msaceh

Berita

Berita (1220)

DPRA, Gubernur dan Ketua MS Aceh Konsultasikan Rancangan Qanun Ke Jakarta | (4/10)

foto Sidang perkara Jinayat No. 01/JN/2012/MS-Lsk, tanggal 8 Juni 2012 di Mahkamah Syar’iyah Lhoksukon

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh Mahkamah Syar’iyah adalah kewenangan memeriksa dan mengadili perkara jinayah. Kewenangan tersebut diamanatkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Pada Pasal 128 ayat (3) disebutkan, Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) dan jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syari’at Islam.

Pada Pasal 132 ayat (2) dijelaskan sebelum Qanun Aceh tentang hukum acara dbentuk, maka hukum acara yang berlaku pada Mahkamah Syar’iyah sepanjang mengenai ahwal al syakhsiyah dan muamalah adalah hukum acara sebagaimana yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini. Dan hukum acara yang berlaku sepanjang mengenai jinayah adalah hukum acara sebagaimana yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.

Pada saat sekarang ini sedang dibahas di DPR Aceh Rancangan Qanun tentang hukum acara jinayah dan telah sampai pada tahap dengar pendapat dengan berbagai elemen masyarakat, baik dari praktisi maupun akademisi. Guna untuk melengkapi masukan dan pendapat, maka DPR Aceh dan Eksekutif akan melakukan konsultasi dengan beberapa Instasi terkait di Jakarta. Peserta konsultasi tersebut adalah DPRA, Gubernur, Kapolda, Kajati, Ketua Mahkamah Syar’iyah, Kakanwil Hukum dan Ham Aceh. Sesuai jadwal konsultasi akan berlangsung dari tanggal 7 s.d. 12 Oktober 2013.

Menurut keterangan Ketua MS Aceh kepada redaktur website bahwa Instansi yang akan dikunjungi adalah Kementerian Dalam Negeri,  Kementerian Hukum dan Ham, Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Konsultasi tersebut dimaksudkan untuk mendapat masukan dari berbagai pihak agar Rancangan Qanun hukum acara jinayah lebih lengkap dan sempurna sehingga pembahasannya dapat rampung dalam tahun 2013 ini.. “DPRA, Gubernur, MS Aceh dan Instansi terkait akan konsultasi ke Jakarta tentang Rancangan Qanun hukum acara jinayah semoga semuanya lancar,” ujar Ketua menjelaskan.

Seperti diketahui bahwa kendala utama dalam memeriksa dan mengadili perkara jinayah adalah tidak ada kewenangan bagi penyidik, penuntut umum dan hakim  untuk melakukan penahan bagi tersangka atau terdakwa sehingga proses persidangan tidak dapat dilaksanakan karena tersangka atau terdakwa tidak dapat dihadirkan jaksa di persidangan. Akibatnya, banyak perkara jinayah dinyatakan tidak dapat diterima dengan mengacu kepada SEMA No. 1 Tahun 1981 yang menyebutkan, dalam hal perkara yang diajukan oleh Jaksa, terdakwanya sejak semula  tidak hadir dan sejak semuka tidak ada jaminan bahwa terdakwa dapat dihadirkan di persidangan, perkara demikian dinyatakan tidak dapat diterima.

Sesuai dengan Pasal 21 ayat 4 huruf (a) KUHAP bahwa penahan tersangka atau terdakwa hanya dapat dilakukan terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Sementara itu, ancaman yang diatur dalam Qanun adalah ancaman hukuman cambuk, oleh sebab itulah tersangka atau terdakwa dalam pelanggaran Qanun tidak dapat ditahan.

Dalam Rancangaan Qanun hukum acara jinayah yang sedang dibahas oleh DPR Aceh diberikan kewenangan bagi penyidik, JPU dan Hakim melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa. Dengan demikian, diharapkan persidangan akan berjalan dengan lancar tanpa ada kendala seperti dialami sekarang ini. Semoga pembahasa Rancangan Qanun hukum acara jinayah dapat disahkan pada tahun 2013 ini.

(AHP)

Read more...

Comment

DPRA dan Gubernur Didesak Revisi Qanun Jinayah

BANDA ACEH - Para kepala Dinas Syariat Islam (DSI) se-Aceh mendesak DPRA dan Gubernur Aceh segera menyelesaikan Qanun Jinayah dan Hukum Acara Jinayah dengan cara merevisi pasal yang mengatur tentang rajam. 


Revisi qanun ini sangat diperlukan, agar tidak terjadi kevakuman pasal-pasal lain, apalagi kalau aturan yang sudah dibahas oleh legislatif menggantung dalam waktu yang lama.

Desakan itu tertuang dalam butir rekomendasi Rapat Koordinasi (Rakor) Pelaksanaan Syariat Islam yang berlangsung 28-29 September 2011 di Hotel Aceh, Banda Aceh. 

Rakor itu dihadiri 100 peserta yang umumnya berasal dari DSI kabupaten/kota dan Mahkamah Syar’iyah (MS). Rakor berakhir Kamis (29/9), ditutup oleh Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Prof Dr Rusjdi Ali Muhammad.

Raqan Jinayah dan Hukum Acara Jinayah yang dibicarakan itu sebetulnya sudah dibahas dan diparipurnakan anggota DPRA periode 2004-2009. Namun, qanun ini belum mendapat persetujuan bersama dari pihak eksekutif, sehingga belum bisa dilaksanakan.  

Dalam Rakor DSI kemarin, selama dua hari pejabat DSI se-Aceh antusias membahas kendala pelaksanaan syariat Islam selama ini. Aliran sesat, nikah siri, serta persoalan sosial lainnya menjadi pokok bahasan dalam rakor, meski tidak bermuara pada rekomendasi.  Secara umum, rekomendasi rakor titik beratnya adalah pada teknis pelaksanaan syariat Islam di lapangan. 

Seusai paparan makalah oleh narasumber, yakni Guru Besar IAIN Alauddin Makassar, Prof Dr Jalaluddin Rahman, dan Guru Besar Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr A Hamid Sarong MH, peserta diberi kesempatan melaporkan implementasi penegakan syariat Islam di daerah masing-masing. Persoalan minimnya keuangan dalam proses penegakan syariat Islam serta beking aparat terhadap tempat maksiat, menjadi inti laporan utama para pelapor. 

Menjelang penutupan, tiga komisi menelurkan beberapa rekomendasi. Juru Bicara Komisi B Hasbi Endra (Kadis SI Simeulue), dan Jubir Komisi C Malek Kasem masing-masing melaporkan hasil kerja mereka dan berharap menjadi pijakan ke depan.   

Kepala DSI Aceh, Prof Dr Rusjdi Ali Muhammad mengatakan, program yang tertuang dalam rekomendasi akan dimatangkan kembali, kemudian dimasukkan menjadi program kerja DSI tahun 2012 dan seterusnya. “Kita harus terus berpikir bagaimana cara untuk memperkuat syariat Islam. Pelaksanaan syariat Islam harus didukung oleh semua pihak,” ujarnya.

Ditemui seusai rakor, Wakil Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Tgk HA Rahman Kaoy mengatakan, memandikan para pelaku khalwat dengan air comberan bukanlah adat Aceh. Menurutnya, hukuman spontanitas yang dijatuhkan warga terhadap para pelanggar syariat selama ini harus diganti dengan hukuman lain yang lebih mendidik. 

“Misalnya, para pelanggar dinasihati, lalu diberi ganjaran membersihkan masjid. Tapi kalau tetap mengulangi lagi perbuatannya sampai tiga kali, maka usir saja dia dari kampung tersebut,” ujarnya.

Secara terpisah, Kepala Bidang Pemuda dan Kaderisasi MAA Aceh, Mulyadi Nurdin berharap, pemuda yang biasa sering menjadi motor dalam penegakan hukum adat di kampung-kampung, agar selalu berkoordinasi dengan tokoh masyarakat sebelum memutuskan hukuman adat. “Para pemuda tidak boleh emosional, tapi harus mengedepankan aspek humanisme dalam memberikan hukuman,” ujarnya.  

Dalam Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, kata Mulyadi, telah ditegaskan bahwa pembinaan kehidupan adat berasaskan nilai-nilai keislaman, keadilan, kebenaran, kemanusiaan, keharmonisan, ketertiban dan keamanan, ketenteraman, kekeluargaan, kemanfaatan, kegotongroyongan, kedamaian, permusyawaratan, dan kemaslahatan umum. “Semua item itu harus dipedomani dan dipertimbangkan dalam pembinaan kehidupan adat di Aceh. Termasuk dalam menjatuhkan hukuman atas nama hukum adat,” imbuhnya.(swa/nal)

Sumber :http://aceh.tribunnews.com

Read more...

Comment

Dosen STAIN Salatiga Berkunjung ke MS Aceh | (22/11)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga Jawa Tengah yang berjumlah 4 (empat) orang menyambangi Mahkamah Syar’iyah Aceh pada hari Rabu tanggal 21 Nopember 2012. Kedatangan tamu pendidik tersebut diterima oleh 2 (dua) orang Hakim Tinggi, yaitu H. Syamsir Suleman dan H. Abd. Hamid Pulungan di aula pertemuan pimpinan. Pada waktu yang bersamaan kebetulan Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh DR. H. Idris Mahmudy, SH. MH sedang menghadiri undangan dan Wakil Ketua Drs. H. Jamil Ibrahim, SH. MH sedang berada di Bandung untuk kepentingan dinas. Tamu dari STAIN Salatiga tersebut adalah Ketua Jurusan Syariah Drs. Mubasirun, M. Ag dan Sekretaris Jurusan Siti Zumrotun, M. Ag, Ketua Jurusan Tarbiyah Suwardi, M.Pd, dan Sekretaris Jurusan Beny Ridwan, M. Hum.

Dalam kesempatan pertemuan, H. Abd. Hamid Pulungan menjelaskan secara kronologis tentang keberadaan Mahkamah Syar’iyah yang ditampilkan melalui layar infocus. Dalam uraiannya, H. Abd. Hamid Pulungan menjelaskan, bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, bahwa di Aceh dibuat Peradilan Syari’at Islam yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar’iyah. Dalam pelaksanaan Syari’at Islam tersebut telah lahir beberapa Qanun yang berhubungan dengan Mahkamah Syar’iyah, yaitu Qanun No. 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syari’at Islam, Qanun No. 12 Tahun 2003 Tentang Minuman Khamar, Qanun No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir (Perjudian) dan Qanun No.  14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (Mesum).

Dalam sesi tanya jawab, H. Samsir Suleman menjelaskan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Dosen STAIN Salatiga. Pertanyaan yang diajukan adalah :

  1. Bagaimana efektifitas pelaksanaan syariat Islam di Aceh
  2. Bagaimana respon masyarakat terhadap pelaksanaan syariat Islam di Aceh
  3. Apa saja kewenangan Mahkamah Syar’iyah
  4. Bagaimana proses pembuatan Qanun
  5. Apakah Hakim perempuan kurang di Aceh mengingat Hakim Tinggi hanya 1 (satu) orang yang perempuan
  6. Apakah efektif mediasi sebagaimana diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2008

H. Syamsir Sulaiman dengan lugas dan tangkas menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh para dosen tersebut, maklum H. Syamsir Suleman adalah seorang Humas yang handal di bidangnya.

Mendapat penjelasan tentang keberadaan Mahkamah Syar’iyah dan melihat foto pelaksanaan cambuk yang ditampilkan pada layar infocus, Dosen STAIN Salatiga nampak begitu senang dan gembira serta puas atas pelayanan yang diberikan kepada mereka. “Perkenankan kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Mahkamah Syar’iyah Aceh yang telah menerima kami dengan baik dan kami merasa puas atas penjelasan yang yang kami terima,” kata  Mubasirun yang bertindak sebagai juru bicara seraya mengundang Pejabat Mahkamah Syar’iyah Aceh untuk dapat berkunjung ke STAIN Salatiga Jawa Tengah.

Di akhir pertemuan, dilakukan penyerahan cendra mata, dimana STAIN Salatiga memberikan Vandel dan buku-buku ilmiyah yang merupakan tulisan-tulisan dosen STAIN Salatiga. Sementara itu, Mahkamah Syar’iyah Aceh menyerahkan buku tentang Himpunan Peraturan dan Perundang-Undangan Tentang Mahkamah Syar’iyah.

(AHP)

Read more...

Comment

Subscribe to this RSS feed
lapor.png maklumat_pelayanan.jpg

HUBUNGI KAMI

Mahkamah Syar'iyah Aceh

Jl. T. Nyak Arief, Komplek Keistimewaan Aceh

Telp: 0651-7555976
Fax: 0651-7555977

Email :

ms.aceh@gmail.com

hukum.msaceh@gmail.com

kepegawaianmsaceh@gmail.com

jinayat.msaceh@gmail.com

LOKASI KANTOR