Diskusi Kelompok Pada Diklat Ekonomi Syariah | (6/9)
- Published in Berita
- Be the first to comment!
Bogor | www.ms-aceh.go.id
Menjelang berakhirnya Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Hakim Ekonomi Syariah Peradilan Agama seluruh Indonesia yang sedang berlangsung di Balitbang Diklat Kumdil MA Megamendung, Bogor Jawa Barat diisi dengan kegiatan diskusi.
Seperti diketahui, bahwa calon peserta diklat diharuskan membuat makalah seputar ekonomi syariah dan diserahkan kepada Panitia. Makalah yang telah diseleksi dan dipandang makalah yang memenuhi kriteria didiskusikan oleh peserta diklat.
Untuk Kelas A, makalah yang dianggap layak untuk dipresentasikan dan dibahas secara bersama-sama adalah makalah yang ditulis oleh Drs. H. Pelmizar. M.HI, Hakim Tinggi PTA Jakarta dengan judul Proses Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama dan makalah yang dibuat Drs. H. Amar Syofyan, MH, Hakim PA Kisaran dengan judul Penyimpangan dan Kendala-Kendala Dalam Penerapan Sistem Murabahah pada Bank Syariah Mandiri.
Untuk sesi pertama, tampil H. Pelmizar dengan moderator Drs. H. Anang Permana, SH., MH, Wakil Ketua PA Cirebon. Dalam makalahnya, H. Pelmizar menguraikan bahwa sengketa ekonomi syariah adalah merupakan kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana disebutkan pada Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Kewenangan PA tersebut dipertegas lagi dengan adanya putusan MK No. 93/PUU-X/2012 tanggal 29 Agustus 2013 yang menegaskan bahwa penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dari penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 telah memunculkan pilihan hukum penyelesaian sengketa ekonomi syariah (choice of forum) pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. ”Alhamdulillah, tidak ada lagi pilihan hukum dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK tersebut dan sepenuhnya menjadi kewenangan PA,” tandas H. Pelmizar yang disambut tepuk tangan peserta diklat.
Menurut H. Pelmizar, para pihak sebelum mengajukan sengketa melalui jalur pengadilan dapat menyelesaikan perkaranya di luar pengadilan dengan cara perdamaian.
Dalam agama Islam perdamaian (al-sulh) sangat dianjurkan dan merupakan doktrin dalam bidang muamalah, karena perdamaian adalah fitrah manusia. Sementara itu, dalam zaman modern sekarang ini alternative dispute resolution (alternatif penyelesaian sengketa) dapat dijadikan wadah penyelesaian sengketa ekonomi syariah.
Setentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah, H. Pelmizar menjelaskan bahwa perkara sengketa ekonomi syariah adalah merupakan gugatan perdata yang diajukan ke PA oleh Penggugat atau kuasanya sebagamana mengajukan gugatan perdata pada umumnya.
Majelis Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara berpedoman kepada hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, hal ini sebagaimana diatur pada Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. “Pemeriksaan perkara sengketa ekonomi syariah sama dengan pemeriksaan gugatan perdata lainnya,” kata H. Pelmizar yang berasal dari Sumatera Barat ini.
Pada sesi kedua, tampil pemakalah H. Amar Syofyan yang menyajikan tentang sistim murabahah pada Bank Syariah Mandiri. Dalam penjelasannya, H. Amar Syofyan menguraikan transaksi murabahah berpedoman kepada Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Murabahah itu sendiri dibahas H. Amar Syofyan secara mendetail, baik pengertian dan prakteknya maupun kendala yang dihadapi.
Tidak lupa pula pemakalah mengajak peserta diklat pada khususnya dan warga peradilan agama seluruh Indonesia pada umumnya untuk menggunakan Bank Syariah dalam melakukan transaksi perbankan. “Saya mengajak kita semua untuk memanfaatkan jasa Bank Syariah dalam kegiatan perbankan karena bebas dari riba,” kata Hakim yang berasal dari Kabupaten Batubara Sumatera Utara ini.
Dalam sesi tanya jawab, peserta banyak mempertanyakan tentang seputar ekonomi syariah maupun manfaat jasa Bank Syariah. Dari pertanyaan-pertanyaan dan jawaban serta saran dari peserta, forum diskusi merekomendasikan agar Hakim yang telah ikut diklat sertifikasi ekonomi syariah menjadi Majelis Hakim dalam memeriksa dan mengadili sengketa ekonomi syariah di PA masing-masing. Selain itu, dihimbau kepada warga peradilan agama agar menjadi nasabah Bank Syariah. Diskusi dipandu oleh Drs. H. Mawardi Amien, SH., M.HI dan Drs. H. Arief Saefuddn, SH., MH.
Sementara itu diskusi pada Kelas B yang tampil sebagai pemakalah pertama adalah Cholidul Azhar, SH., M. Hum dari PTA Makassar dengan judul makalah Aspek Hukum Perbankan Syariah Dalam Kaitannya Dengan Kompetensi Absolut Pengadilan Agama.
Dan pemakalah kedua adalah Dra. Nur Djannah Syah, SH., MH dari PA Jakarta Pusat yang diperbantukan di Badilag sebagai Hakim Yustisial dengan makalah berjudul Beberapa Hal Yang Harus Dipahami Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah. Diskusi pada kelas B dipandu oleh Dr. H. Bunyamin Alamsyah, SH. M. Hum.
Sedangkan diskusi pada kelas C yang tampil sebagai pemakalah pertama adalah Dr. B. Madjdudin, MH yang berasal dari PTA Bandar Lampung yang membawakan makalah berjudul Jarimah Ta’zir Bagi Pelaku Insider Trading.
Pemakalah kedua adalah Drs. Paet Hasibuan, SH., MH dari PA Pariaman dengan makalah berjudul Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Teori dan Praktek di Pengadilan Agama. Diskusi pada kelas C dipandu oleh Dr. H. Komari, SH., M. Hum.
Diskusi berjalan dengan tertib dan lancar dan peserta diskusi nampak aktif dalam mengikuti kegiatan. Misalnya saja peserta dari kelas A Uray Gapima Aprianto, M.H. yang berasal dari PA Mempawah memberikan ide-ide cemerlang dan menarik dengan gaya bahasa khasnya yang berasal dari Kalimantan Barat.
Selain keaktifan peserta, juga hal yang tidak kalah pentingnya adalah kepiawaian pemandu sehingga diskusi hidup dan menarik. Diskusi berakhir pukul 16.30 Wb sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
(AHP)