msaceh

Berita

Berita (1220)

Dialog Interaktif Di Mushalla Al-Hikmah MS Aceh | (11/2)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Setelah Shalat Ashar pada setiap hari Jum’at di Mushalla Al-Hikmah, Mahkamah Syar’iyah Aceh selalu mengisi dengan nasehat atau tausiah kepada jamaahnya.  Jum’at tanggal 7 Pebruari 2014, Jamaah Mushalla Mahkamah Syar’iyah Aceh, mengadakan acara dialog interaktif bidang keagamaan yang dipandu oleh Drs. Ilyas, S.H. dengan Narasumber Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr. H. Idris Mahmudy, S.H., M.H.

Pada kesempatan ini salah seorang jamaah, Hj. Humaidah, S.H., M.H. mengajukan pertanyaannya;  Apakah melaksanakan Shalat dengan mengharapkan pahala atau surga dapat diterima oleh Allah SWT, bukankah shalat seperti itu menunjukan ketidak ikhlasan dalam beribadah?.  Maka dalam hal ini Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, menjelaskan bahwa,  motif dalam beramal adalah mengharapkan balasan surga serta pahala. Maka amalnya itu adalah sebagaimana kerja seorang pedagang, dalam melakukan pekerjaan adalah mengharapkan laba dan keuntungan.  Sedangkan apabila motif dalam beramal adalah karena merasa malu kepada Allah, melaksanakan pengabdian dan syukur.  Ia melihat bahwa amal kebaikan yang dilakukan amat sedikit, ia merasa khawatir karena tidak mengetahui apakah amal yang dikerjakan itu diterima oleh Allah atau ditolak. Inilah amalan orang merdeka. Dia beramal dengan dilandasi oleh niat yang tulus ikhlas.

Seorang jamaah yang lain, Nurdin, S.Hi mengajukan pertanyaan ; Apakah dalam Islam dibenarkan berdo’a dengan bertawassul atau dengan perantara seseorang yang lebih taat, dengan harapan do’a kita diijabah oleh Allah SWT ?.  Persoalan tersebut dikupas tuntas oleh Ketua  Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr. H. Idris Mahmudy, S.H., M.H.  bahwa ; bertawassul dengan menggunakan nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah di dalam Al-Quran, yang artinya;  “Dan Allah memiliki nama-nama yang indah, maka berdo’alah kepada-Nya dengan nama-nama-Nya tersebut.” (surah Al-A’raf: 180)

Contoh berdoa dengan nama Allah adalah kita meminta dengan lafaz “Ya Ghaffar, ighfir li”. Wahai yang Maha Pengampun, ampunilah aku. yaitu dengan menyeru Nama Allah terlebih dahulu; Ya Razzaq, kurniakanlah rezki kepadaku, Wahai yang Maha Pengasih, kasihilah aku. Ya Rahman, Ya Rahim, irhamni – Wahai yang Maha Pemurah, wahai yang Maha Pengasih, kasihanilah aku.

Sebut Nama-nama Allah terlebih dahulu, jadikan nama-Nya sebagai perantara untuk kita berdoa dan memohon atau meminta sesuatu daripada-Nya. Itu salah satu kaedah tawassul yang syar’i.

Contoh lainnya; bertawassul dengan amalan saleh.

Bertawassul dengan amalan saleh yang pernah kita lakukan.  Hadis yang selalu dijadikan contoh adalah hadis tiga orang lelaki yang terperangkap di dalam gua. Seorang berdoa kepada Allah dengan mengatakan bahawa dia telah taat kepada ibu bapanya, seorang lagi mengatakan dia hampir berzina tetapi dia tinggalkan zina kerana takutkan azab Allah, orang yang ketiga pula berdoa dengan menyebut bahawa dia orang yang amanah, memegang amanah yang diberikan kepadanya dan mengembalikan kepada pemiliknya.  Maka dengan amalan saleh itu mereka berdoa kepada Allah agar dibukakan pintu gua yang tertutup sehingga terkurung mereka di dalamnya.

Ketika orang pertama berdoa, batu yang menutupi gua itu terbuka sedikit, sehinggalah cukup doa ketiga-tiga mereka, barulah batu itu berbuka sehingga mereka dapat keluar dari padanya.  Ini menunjukkan bertawassul dengan amalan saleh, yakni menjadikan amalan saleh sebagai perantara di dalam do’a kita, kesannya itu cepat. Mudah-mudahan, Insya Allah.

Sedangkan Tawassul yang dilarang adalah ; bertawassul dengan orang yang telah mati yang telah dibincang panjang oleh ahli ilmu. Seruan kepada orang mati, seruan kepada Nabi Muhammad shallallaahu’alaihiwasallam sedangkan baginda telah wafat. Mereka berdalilkan dengan peristiwa-peristiwa di mana kesemuanya adalah dari pada hadis-hadis dha’if dan tidak membawa pengertian bahwasanya Nabi  shallallaahu’alaihiwasallam bertawassul dengan Nabi-nabi yang telah wafat sebelumnya. Tidak ada pendalilan dan penghujahannya.  Demikianlah dialog ini berakhir dengan mengucapkan Alhamdulillah.  (Tim Redaksi MS. Aceh)

Read more...

Comment

Dialog Interaktif di Mushalla Al-Hikmah Bersama Wakil Ketua MS. Aceh | 917/3)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Setiap hari Jum’at di Mushalla Al-Hikmah, Mahkamah Syar’iyah Aceh selalu diisi dengan ceramah atau dialog keagamaan kepada jamaahnya, waktunya setelah shalat Ashar.  Seperti biasanya pada hari Jum’at tanggal 14 Maret 2014, Jamaah Mushalla Mahkamah Syar’iyah Aceh, mengadakan acara dialog interaktif yang dipandu oleh Azhar Ali, S.H. dengan Narasumber Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs. H. M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H. Pada kesempatan ini salah seorang jamaah, Munzir, S.H. mengajukan pertanyaannya; Bagaimanakah harus kita maknai pengertian Qadha dan Qadar, yang sering diperbincangkan dalam kehidupan sehari-hari ?.

Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs. H. M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H. menjelaskan bahwa, beriman kepada qadha dan qadar merupakan Rukun Iman yang keenam. Qadha adalah ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah SWT terhadap segala sesuatu sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu itu terjadi. Segala sesuatu yang terjadi telah diketahui Allah SWT terlebih dahulu karena Dialah yang merencanakan serta yang menentukannya.  Seluruh makhluk, baik malaikat, syetan, jin, maupun manusia tidak akan mengetahui rencana-rencana Allah SWT tersebut.

Manusia punya rencana, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ungkapan ini merupakan salah satu bentuk cara memahami qadha dan qadar Allah SWT. Manusia memang diberi kemampuan untuk berbuat dan berpikir, namun kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya.

Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan siapapun dan dari manapun.  Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan kekuasaan Allah SWT semata.  Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT, yang artinya: “Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain-Nya”. ( Q.S Al-Ra’d  : 11)

Ahli medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan solusi terapi yang efektif serta senantiasa membangkitkan optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan. Sebab, hal utama yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah SWT. Lantas dalam praktik pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.

Pada dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran. Pada gilirannya panduan tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam rangka menjadi Muslim yang kaaffah.  Begitulah uraian Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh.  Oleh karena itu tak satupun manusia dalam dunia ini yang mampu mengetahui jangka waktu nyawanya atau ajal kematiannya, di mana akan mati? (di kampung sendiri ataukah di luar kampung, di rumah atau terkapar di jalanan), tatkala mati dalam keadaan apa?  Apakah kematiannya disebabkan oleh karena sakit, kecelakaan, atau bagaimana?. Begitu juga halnya dengan rezki yang diperoleh, berapa banyak jumlahnya?. Semua kita tidak punya ilmu untuk mengetahuinya, pungkasnya.

Demikian dialog ini, yang menghabiskan waktu lebih kurang 40 menit dan akhirnya ditutup dengan ucapan Alhamdulillah.  (Tim Redaksi MS. Aceh).

Read more...

Comment

Dialog Interaktif Awal Juni 2014 Di Mushalla Al Hikmah MS Aceh | (10/6)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Dalam rangka memperdalam pengetahuan keagamaan bagi pegawai Mahkamah Syar’iyah Aceh di Mushalla Al Hikmah, kembali digelar  Diskusi keagamaan terutama masalah ketauhidan dan ibadah.  jum’at tanggal 06 Juni  2014 diskusi tersebut  kembali berlangsung  dan dipandu langsung oleh pengurus Mushalla Bapak Azhar, Ali. SH. dan sebagai  Narasumber  Bapak Ketua mahkamah Syar’iyah Aceh [Dr.H.Idris Mamudy, SH.MH] , mengingat waktu yang oleh tersedia sangat singkat, pemandu diskusi membatasi pertanyaan untuk dua orang penanya saja dan langsung memberi kesempatan kepada jamaah untuk bertanya.

Pertanyaan pertama ditanyakan oleh Bapak Syamri Adnan, yang menanyakan masalah perkembangan ilmu Tasawuf modern yang banyak dikembangkan oleh para Sufi sekarang ini, yang menjadi pertanyaan adalah, Apakah ilmu tasawuf tersebut masih dapat dipedomani sebagai media mendekatkan diri kepada Allah SWT., kemudian pertanyaan kedua ditanyakan oleh Bapak Muhammad yaitu tentang hal yang berhubungan dengan :SULOK”.

Kemudian Pemandu acara langsung mempersilahkan narasumber untuk menjawabnya, lalu Bapak Ketua menjawab pertanyaan pertama sebagai berikut :

Ada tiga pokok yang harus di pelajari oleh umat Islam yaitu, Pertama masalah Aqidah (I’tiqadiyah), masalah ini bersifat universal secara umum sejak Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad SAW. Ilmu aqidahnya sama, tidak ada beda cara  dalam mengesakan Allah dan sifatnya permanen. Kemudian yang kedua Masalah Ibadah, masalah ibadah biasa terjadi perbedaan diantara para ulama tergantung bagaimana memahami dalil dalil baik Al Qur’an maupun Hadist,  dan yang ketiga Akhlaq, memperhaluskan akhlak adalah tasauwuf. Maka terhadap ilmu  tasauwuf yang berkembang selama ini dapat saja dipedomani selama masih sejalan dengan amaliah Rasulullah SAW.  Harus mampu membedakan antara yang benar dan tidak benar ajaran tasauwuf  yang paling banyak  berkembang sekarang, karena banyak juga ajaran  yang berkembang sekarang sesat dan meyesatkan. Untuk ini kita yakini bahwa amaliah Rasulullah yang paling benar dan kita wajib  pedomani dan ikuti, seperti berzikir, bertahmid  dan  bertashbih usai shalat wajib dan rutin kita kerjakan setiap saat.

Kemudian dilanjutkan perjelasan terhadap pertanyaan yang menyangkuttentang Sulok, sulok adalah salah satu kegiatan amaliah yang erat hubungannya dengan Ilmu Tasauwuf dan sulok tersebut sering dilakukan di bulan Ramadhan dan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah asal tidak mengabaikan pekerjaan yang wajib. Karena sulok tersebut hukumnya sunat. Meskipun  masalah sulok ini dikalangan tertentu sudah merupakan keharusan namun tidak ada hak bagi guru atau yang membimbing untuk mewajibkan pekerjaan tersebut. Sekanjutnya salah seorang  hakim tinggi (Bapak Muin Kadir) menambahkan bahwa sulok ini disebut juga Tariqad, tariqad ini banyak namanya ada yang namanya tariqat Imamiyah, tariqat Ahmadiyah dan lain lain, namun yang benar adalah tariqad Muhammadiyah, bukan organisasi Muhammadiyah tetapi tariqat yang benar benar mencontohkan amaliah Rasulullah Muhammad SAW..

Diskusi tersebut berjalan lancar dan para jama’ah mengikuti dengan baik dan seksama, dengan berakhirnya jawaban dari pertanyaan kedua tersebut, dengan mengucapkan terimakasih kepada Nasasumber atas jawabannya mudah mudahan menjadi pencerahan bagi kita semua, amin. (Tim Redaksi MS. Aceh).

Read more...

Comment

Subscribe to this RSS feed
lapor.png maklumat_pelayanan.jpg

HUBUNGI KAMI

Mahkamah Syar'iyah Aceh

Jl. T. Nyak Arief, Komplek Keistimewaan Aceh

Telp: 0651-7555976
Fax: 0651-7555977

Email :

ms.aceh@gmail.com

hukum.msaceh@gmail.com

kepegawaianmsaceh@gmail.com

jinayat.msaceh@gmail.com

LOKASI KANTOR