msaceh

Berita

Berita (1222)

Anggaran MS Aceh Terdapat Pemotongan | (31/5)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

DIPA 01 BUA MA tahun 2013 yang diterima dan dikelola oleh Mahkamah Syar’iyah Aceh terdapat pemotongan yang dilakukan oleh MA dan selanjutnya dikembalikan kepada negara.  Pemotongan tersebut berlaku bagi pengadilan tingkat banding empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia.

Menurut penjelasan Panitera/Sekretaris MS Aceh H. Syamsikar, pemotongan tersebut dilakukan pemerintah disebabkan harga minyak internasional semakin menurun dan nilai dolar terhadap rupiah semakin meningkat. Namun demikian, pemotongan tersebut tidak terhadap belanja pegawai dan belanja operasional kantor.

“Pemerintah tidak memotong gaji pegawai dan belanja operasional seperti biaya listrik dan lain-lain,” kata H. Syamsikar menjelaskan.

Menurut H. Syamsikar, bahwa untuk membahas pemotongan anggaran tersebut, MA memanggil Panitera/Sekretaris pengadilan tingkat banding dari empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia. Terdapat variasi jumlah pemotongan bagi setiap satker, tetapi jumlahnya sangat signifikan.

MS Aceh sendiri dipotong anggarannya sebesar   Rp. 1.018.880.000,- (satu milyar delapan belas juta delapan ratus delapan puluh ribu rupiah).

Rincian selengkapnya adalah sebagai berikut  :

1.    Rapat Kerja Daerah                            : Rp.   780.565.000,-

2.    Rapat Kerja Nasional                         : Rp.     24.975.000,-

3.    Pembinaan dan Sosialisasi              : Rp.   213.340.000,-

Menurut H. Syamsikar, dengan adanya pemotongan atau pengurangan anggaran tersebut, maka MS Aceh tidak mengadakan Rakerda tahun ini. “Apa boleh buat, kita tidak mengadakan Rakerda tahun ini,” kata H. Syamsikar.

Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa MS Aceh akan mengadakan peringatan ulang tahun ke 10 dengan melaksanakan berbagai kegiatan. Ulang tahun tersebut dirangkai dengan Rakerda dengan mengundang pejabat MA. Tetapi dengan adanya pemotongan anggaran, maka rencana ulang tahun MS Aceh tidak dapat dilaksanakan.

Menanggapi pemotongan anggaran tersebut, Ketua MS Aceh H. Idris Mahmudy mengatakan tidak menjadi kendala dalam melaksanakan kegiatan, oleh karena mata anggaran yang dipotong adalah belanja non operasional.

“Tidak ada masalah, yang penting kegiatan belanja modal berupa pembangunan gedung Mahkamah Syar’iyah yang sedang berjalan tetap terlaksana,” kata beliau dengan penuh optimis.

Adapun DIPA MS se Aceh yang berjumlah 20 satker tidak ada pemotongan, semuanya berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan. H. Syamsikar berharap pengelolaan DIPA dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, laporan realisasi anggaran supaya dipublikasikan melalui website. Hal ini dimaksudkan sebagai wujud transparansi pengelolaan anggaran.

“Diharapkan Kuasa Pengguna Anggaran di daerah supaya mempublikasikan  laporan realisasi anggaran pada website agar dapat diketahui publik,” kata H. Syamsikar menegaskan.

(AHP)

Read more...

Comment

Amnesty Internasional Minta Stop Hukum Cambuk di Aceh

Sumber :antaranews.com

London (ANTARA News) - Amnesty International minta Pemerintah Indonesia menghentikan penggunaan cambuk sebagai bentuk hukuman dan mencabut peraturan yang menerapkannya di Provinsi Aceh, setelah setidak-tidaknya 21 orang dihukum cambuk di depan umum sejak 12 Mei.

Direktur Asia Pasifik Amnesty International, Sam Zarifi, dalam keterangannya yang diterima ANTARA News London, Minggu menyebutkan bahwa di Kota Langsa, 14 pria dicambuk di luar Masjid Darul Falah pada 19 Mei lalu, menyusul eksekusi cambuk tujuh pria seminggu sebelumnya.

21 orang tersebut ditemukan melanggar hukum syariah (qanun) Aceh yang melarang perjudian dan dijatuhi hukuman masing-masing enam cambukan sementara ratusan orang menontonnya.

Menurut Sam Zarifi, tampaknya pihak berwenang Aceh semakin meningkat dalam penggunaan hukum cambuk yang melanggar hukum internasional.

"Korban cambuk mengalami rasa sakit, takut dan malu, dan cambukan bisa mengakitbatkan cedera jangka panjang atau permanen,"  ujarnya.

Menurut laporan media setidak-tidaknya 16 kasus pria dan perempuan yang mengalami hukum cambuk di Aceh pada 2010.

Sebagai tambahan hukum lokal Aceh yang memasukkan hukuman cambuk, Qanun Hukum Jinayat yang diloloskan oleh parlemen Aceh pada tahun 2009 juga memasukkan hukuman rajam batu hingga mati untuk zinah dan 100 kali cambuk bagi homoseksualitas.

Kitab ini belum diimplementasikan, sebagian karena derasnya kritik di tingkat lokal, nasional dan internasional.

Amnesty International menyerukan pada pemerintah pusat Indonesia untuk mengkaji semua hukum dan peraturan lokal untuk menjamin keselarasan mereka dengan hukum dan standar hak asasi manusia internasional, juga dengan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dalam undang-undang domestik.

"Proses desentralisasi dan otonomi regional Indonesia seharusnya mengenai pemberdayaan masyarakat lokal, dan selayaknya tidak mengorbankan hak asasi manusia mereka," ungkap Sam Zarifi.

Dewan perwakilan provinsi Aceh meloloskan serangkaian peraturan yang mengatur implementasi hukum Syariah setelah pengesahan Undang-undang tentang Otonomi Khusus di tahun 2001,.

Hukum cambuk diperkenalkan sebagai hukuman yang dijalankan oleh peradilan Islam untuk pelanggaran seperti zinah, konsumsi alkohol, pasangan dewasa yang berduaan tanpa kehadiran orang lain (khalwat) dan bagi banyak Muslim yang ditemukan makan, minum atau menjual makanan pada siang hari ketika saat puasa di bulan Ramadhan.

Menurut Amnesty Internasional, hukuman cambuk melanggar Konvensi PBB melawan Penyiksaan, yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1998.

Editor: Aditia Maruli

Read more...

Comment

ALSA Fakultas Hukum Unsyiah, Mengunjungi MS Aceh | (3/9)

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Asian Law Students’ Association Local Chapter Syiah Kuala University (Alsa Lc Unsyiah), untuk kedua kalinya mengunjungi Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam rangka melaksanakan kegiatan “Law Trip” yang bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan para anggota, terutama mengenai tugas, kewenangan serta fungsi Mahkamah Syar’iyah Aceh.  Sebelumnya, Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr. H. Idris Mahmudy, S.H., M.H. telah menerima kedatangan mereka untuk audiensi dengan Pimpinan dan para Hakim Tinggi Mahkamah Syar’iyah Aceh, pada tanggal 8 Juli 2014 yang lalu.

Kunjungan mereka untuk kedua ini dengan 20 orang anggota, Selasa tanggal 2 September 2014. pukul 10.00 WIB., diterima oleh 3 Hakim Tinggi Mahkamah Syar’iyah Aceh di Ruang Rapat Zainal Abidin Abubakar, Lantai II, Mahkamah Syar’iyah Aceh sebagai wujud kerjasama dan memenuhi harapan para mahasiswa tersebut untuk dapat mengenal dan mengetahui lebih jauh tentang tugas pokok dan fungsi Mahkamah Syar’iyah, sebagai salah satu Peradilan Nasional di Indonesia dan hal-hal yang mendapat tugas kekhususan dalam lingkungan Peradilan Agama di Indonesia. 

Pertemuan tersebut dipandu oleh Drs. H. Rafi’uddin, M.H., dengan 2 Narasumber Yaitu : Drs. H. Abdul Mu’in A Kadir, S.H. dan Drs. H. Abd. Mannan Hasyim, S.H., M.H. yang ketiganya adalah Hakim Tinggi Mahkamah Syar’iyah Aceh.

Ketua Tim  Asian Law Students’ Association Local Chapter Syiah Kuala University (Alsa Lc Unsyiah), Meutia Rizkina Zuhra,  menyampaikan ada 2 hal tujuan kunjungan mereka pada kali ini, yaitu;

  1. Ingin mengetahui lebih jauh tentang tugas pokok, fungsi dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Aceh.
  2. Hendak mendapatkan kepastian, bentuk kerjasama yang dapat dilakukan dengan Mahkamah syar’iyah Aceh.

Dalam kesempatan ini, Bapak Drs. H. Rafi’uddin menjelaskan, bahwa mengenai kerjasama ini sepenuhnya ada pada kebijakan Pimpinan Mahkamah Syar’iyah Aceh.  Dan hal ini dapat disampaikan pada lain waktu dengan beraudiensi khusus dengan Pimpinan, cukup dapat diwakili beberapa orang saja dari pihak Alsa Lc Unsyiah. 

Beberapa pertanyaan dari para peserta, tentang fungsi dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah, secara bergantian para Narasumber menjelaskan bahwa, pembentukan Mahkamah Syar’iyah diawali dengan penerbitan Qanun No: 10 Tahun 2002, Tentang Peradilan Syari’at Islam, yang didalamnya antara lain diatur tentang kelembagaan dan kewenangan Mahkamah Syar’iyah sebagai pelaksana peradilan Syari’at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, hal ini dapat dilihat pada Pasal 2 dan Pasal 3 Qanun Aceh No. 10 Tahun 2002, menegaskan bahwa Mahkamah Syar’iyah sebagai peradilan Syari’at di Aceh adalah pengembangan dari Pengadilan Agama yang telah ada sebelumnya.  Mahkamah Syar’iyah adalah lembaga peradilan Syari’at yang independen dan berpuncak ke Mahkamah Agung RI sebagai peradilan Negara tertinggi.  Sedangkan dalam hal penyelesaian perkara Jinayat (pidana) ditingkat Kasasi dilakukan oleh Hakim Agung dilingkungan Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MA-RI.

Akhirnya, acara ini ditutup dengan membacakan Alhamdulillah dan penyerahan Plakat dari Tim Alsa Lc Unsyiahdengan harapan pertemuan ini akan menambah wawasan dan pencerahan bagi para peserta. (Tim Redaksi MS.Aceh).

Read more...

Comment

Subscribe to this RSS feed
lapor.png maklumat_pelayanan.jpg

HUBUNGI KAMI

Mahkamah Syar'iyah Aceh

Jl. T. Nyak Arief, Komplek Keistimewaan Aceh

Telp: 0651-7555976
Fax: 0651-7555977

Email :

ms.aceh@gmail.com

hukum.msaceh@gmail.com

kepegawaianmsaceh@gmail.com

jinayat.msaceh@gmail.com

LOKASI KANTOR